My Love

Thursday, December 25, 2008

Cerpen Men

BUKAN SEBATAS TEMAN

Aku lirik jam di pergelangan tanganku. Baru jam 12.30 setengah jam mendengarkan ceramah guru sejarah ini. Rasanya bikin kedua mataku mengantuk. Aku rasakan perutku mulai melilit dan sudah keroncongan, kurang satu jam lagi.

Batinku kesal aku tertawa sendiri ketika kulihat buku catatan sejarah yang penuh dengan coret-mencoret., dan gambar-gambar yang sangat aneh bagiku.

Aku ambil komik yang di laci meja. Aku bacakan, besok Minggu ada acara lho, ikut nggak? tanya Shanta ditengah-tengah keasyikanku baca komik.

Lho memangnya ada acara apa cih? Aku balik bertanya, tampa kupalingkan wajahku kearahnya.

Rencananya sih mau jalan-jalan kepantai, tumben memangnya ada apa!

Ngantuk taut uh Edo.

Aku palingkan wajahku menatapnya. Kenapa? Tanyanya bingung.

Kalau sama Edo pasti ada Rendi kan?

Kamu ini kenapa sih? Kenapa gimana maksudmu? Yang jelas besok aku mau ikut kenapa?

Pokoknya ya nggak titik, udah ah kamu bisa jawab?

Aku tersentak kaget oleh pertanyaan Bu Rina sial batinku.

Asik ceritanya?

Pertanyaan Bu Rina memojokanku. Huu… suara kor sekelas terdengar merdu, mukaku terasa panas, malu rasanya, masih bisa mengikuti peajaran?

Ya Bu…

Sekarang kalian kerjakan LKS hal : 10 “ perintah bu Rina

Teet…teet.

Dengan gontai, aku langkah kakiku menuju kantin yang tak begitu jauh dari kelasku.

Kepalaku jafi pusing mendengarkan ocehan Shinta yang ngalor ngidul entah kemana. Bisa diam nggak sih kamu? Tanyaku sebel.

Lho kamu belum tau ya? Diantara tanda-tanda orang yang lapar itu ya cerewet itu. Berarti tiap kamu cerewet kamu lapar ya?

Ya begituah “ dasar perut karang : umpatku kesal

Lha mau gimana lagi lha memang aku sering lapar sih…”

Aku biarkan Shinta ngomong sendiri. Aku duduk dipojok kantin sambil menikmati soto dan es teh bikina Bu Iyem. Tak berapa lama teman-teman sayangku dating.

Dan setidaknya jadi heboh oleh kedatangannya, terutama cewek gendut yang doyan ngemil dan makan. Ia rebut pesen makanan

Aduh kalian bikin kepalaku pusing.

Ya diobatin dong.

Rendi kemana? Tanyaku karena belum lihat batang hidungnya.

Kangen ya? Orang kaya gitu dikangenin, Aku membela diri.

Ren diam-diam Rendi itu banyak yang suka lho, kata Intan.

Biarin aku toh bukan apa-apanya. “ Halo semuanya, sapa Rendi ramah. Aku hanya tersenyum masam. Perasaanku kesal oleh kehadirannya. Apalagi ia duduk dihadapanku. Dadaku seperti menyimpan sejuta kebencian, aku sendiri tak tau kapan. Aku bisa begitu sangat membencinya.

Padahal ia satu geng denganku. Teman-temanku yang lainnya tahu kalau aku sangat membencinya tapi mereka terus menggodaku dan selalu berusaha menyatukan kami selalu bertengkar.

Muak rasanya aku bicara dengannya Rendi juga tak ramah denganku. Jadilah impas

Aku amat-amati gerak-gerik Rendi, is sebenarnya lumayan cakep sih.aku selalu bertanya-tanya sendiri.

Mengapa kami tak bisa akrab. Tanpa aku sadari mataku beradu dengannya. Jantung serasa berhenti mendadak aku cepat-cepat palingkan muka, aku jadi salah tingkah

Ren besok jadi ikut nggak? Tanya Edo

Aku gelagapan oleh pertanyaanya. Eh apa tadi? Tanyaku gelagapan. Kamu ini gimana sih jadi ikut kepantai gak? Tanya ulang.

Eh aku? Tanya blo-on cah iya”

“Enggak ah”

“Ngapain dirumah? “Tanya Shinta, yang sejak tadi diam”

“ Ya nggak ngapa-ngapain”

“Ren ikutan dong sama-sama kita” Edo membujuk

“ Kalau nggak ya enggak “ jawabku Kentus

Ren “ udah nggak kompak lagi ya? Ngapain kalian ngledonin orang kayak Reni, apa untungya dengan dia. Rendi buka suara dengan kentusnya. Rendi kamu bisa diam nggak? suara Edo lantan. Sampai orang-orang sekantin menoleh kearahnya, ngapain kamu ngurusin aku? Udah kalian ini rebut saja. Kalau aku katakana tidak ya tidak. Aku mau pulang aku angkat eh Ren…. Edo memanggilku, aku biarkan dia dan aku terus berjalan, malam yang sunyi, alu ditemani sebuah radio. Sambil mendengarkan radio aku buka buku harianku dan aku mulai mencurahkan segala lupa di hatiku.

No comments: