My Love

Thursday, December 25, 2008

Legeda Di Batang

DRUBIKSA DARI KEDUNG SIGOWOK

Kedung Sigowok terletak di aliran Sungai Lojahan, yang oleh penduduk setempat disebut Kali Kramat. Persisnya di antara dusun Brendung, Kelurahan Sambong di bagian timur dan dusun Kedung Kancil, Kelurahan Proyonanggan Tengah di bagian barat. Kedua wilayah kelurahan itu masuk wilayah Kecamatan Batang.

Sepintas lalu bagian sungai yang bernama Kedung Sigowok itu tidak berbeda dengan kawasan lain di sepanjang aliran Sungai Lojahan sejak dari hulunya di Kecamatan Blado hingga ke muara di Kecamatan Batang. Bedanya, bahwa kawasan itu menyimpan legenda rakyat yang dikaitkan dengan keberadaan Raja uling Drubiksa, adiknya yang cantik jelita Drubiksawati, dan seorang pemuda sakti bernama Jaka Bahu.

Sekarang ini banyak penduduk sekitar yang tidak tahu tentang legenda rakyat terkait dengan keberadaan Kedung Sigowok pada masa lalu. Mereka hanya melihat Kedung Sigowok sebagai kawasan sungai yang mempunyai bagian dalam (kedung), yang belum pernah seorangpun tahu berapa meter kedalamannya. Sekering apa pun air Sungai Lojahan, bagian kedung tetap terisi air sehingga penduduk setempat tidak tahu seberapa dalam bagian kedung itu sesungguhnya.

Dulu, di sana ada sebuah batu bertatah segi empat, juga ada batu bertatah telapak kaki manusia. Tidak jelas apakah batu-batu itu masih berada di tempatnya ataukah sudah berpindah tempat (hilang). Beberapa binatang air selain ikan juga hidup di sana. Seperti biawak, uling (sejenis belut) dan tentu saja ular air.

Cerita tentang Kedung Sigowok bermula dan kisah seorang raja uling bernama Drubiksa. Kediaman orang ini di Kedung Sigowok. Ada yang mengatakan bahwa Druniksa bukan manusia biasa, melainkan sejenis 'siluman". Benar tidak wallaahu alam bishshawab. Drubiksa tinggal di Kedung Sigowok. Menurut perkiraan, Drubiksa membangun kediaman (istana) di tepian Sungai Lojahan yang berair jernih dan mengalir sepanjang tahun. Penduduk setempat menyebut orang itu sebagai "Raja tiling." Tidak ada kupasan sejarah tentang cerita ini. "Uling" adalah sejenis belut yang sangat besar dan berbahaya. Orang yang memiliki keuletan dan perangai membahayakan orang lain bisa disebut "uling." "Uling" juga mewakili sifat buruk namun sulit dikalahkan. Mungkinkah Drubiksa ini seorang penjahat besar yang menjadi lawan pemerintah yang berkuasa (Adipati Batang)?

Legenda rakyat di wilayah Sambong, Brendung, Kecepak, Kedung Kancil, Dracik, dan Kepuh mengarah ke sana. Drubiksa adalah seorang penjahat yang meresahkan penduduk setempat. Namun orang itu mempunyai daya linuwih (sakti) sehingga tidak seorang pun di wilayah itu yang mampu mengalahkan. Diceritakan bahwa Drubiksa juga merupakan seorang kepala gerombolan yang mempunyai anak buah yang cukup banyak. Sarang atau (penduduk setempat menyebutnya 'istana') Drubiksa berada di Kedung Sigowok tadi.

Sebagai seorang jagoan yang pilih tanding, Drubiksa bahkan berani melawan kekuasaan pemerintah Kadipaten Batang yang menjadi tangan panjang pemerintahan Sultan Agung Mataram waktu itu. Bisa jadi pasukan pengawal Kadipaten Batang tidak mempunyai cukup nyali untuk melawan Drubiksa yang kejam dan pilih tanding.

Kanjeng Sultan Agung Mataram waktu itu sedang giat-giatnya menggempur Kompeni di Batavia. Diperlukan dukungan persediaan pangan dalam jumlah cukup besar untuk memenuhi kebutuhan logistik pasukan Mataram yang bergerak ke Batavia melalui jalur pantura. Sultan pun memerintahkan para adipati di jalur yang dilalui pasukan Mataram untuk mencetak sawah-sawah baru dan menanam padi. Salah seorang tokoh ahli pertanian Mataram yang ikut membuka areal persawahan di Kadipaten Batang adalah Ki Gede Persawahan yang konon hidup dan meninggal di dukuh Sawahan, Kecamatan Tulis. Atas jasa ahli pertanian tersebut, mulai dari Gringsing hingga batas Batang Barat terdapat areal persawahan yang luas.

Persoalan muncul karena untuk mengairi persawahan yang luas di wilayah desa Depok, Tegalsari, Sambong, dan Klidang diperlukan pasokan air yang cukup banyak sepanjang tahun agar sawah dapat diolah terus-menerus. Satu-satunya penyedia air adalah Sungai Lojahan. Namun, aliran sungai itu berada di bawah permukaan sawah yang akan diairi. Pemerintah Kadipaten Batang tidak mampu mengatasi masalah ini.-

Pada kurun yang sama pemerintah Kadipaten Batang menghadapi dua persoalan besar, yaitu Raja Uling Drubiksa yang merongrong pemerintahan dan persoalan air untuk mengairi persawahan. Adipati Batang melaporkan keadaan yang dihadapi wilayahnya kepada kepala pemerintahan pusat di Mataram. Sultan Agung akhirnya mengirimkan seorang prajurit muda pemberani bernama Jaka Bahu untuk membantu pemerintah Kadipaten Batang mengatasi masalah tersebut.

Jaka Bahu sebenarnya bukan orang Mataram, melainkan berasal dari desa Kesesi (sekarang Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan), anak seorang tokoh spiritual setempat bernama Ki Gede Cempaluk. Sejak muda Jaka Bahu bercita-cita menjadi seorang prajurit Mataram yang tangguh. Untuk meraih cita-citanya, Jaka Bahu banyak melakukan latihan olah kanuragan yang berat dan sering melakukan laku tirakat' sesuai arahan ayahandanya. Sebagaimana diketahui, pada masa itu tidaklah mudah seorang penduduk kampung (rakyat biasa) yang dapat diterima menjadi seorang prajurit Kerajaan, kecuali orang itu mempunyai kemampuan di atas rata-rata penduduk biasa. Pemuda Jaka Bahu lolos seleksi keprajuritan Mataram karena memiliki kemampuan yang diperlukan. Bahkan beliau diangkat sebagai lurah prajurit.

Tugas Jaka Bahu dan anak buahnya tidaklah mudah. Mereka harus menegakkan kewibawaan pemerintah Kadipaten Batang dan tentu saja Kerajaan Mataram di wilayah ini dengan (bila peru) membasmi Drubiksa dan antek-anteknya. Namun Jaka Bahu mengambil sikap bijak, yaitu mengatasi persoalan air untuk dialirkan ke areal persawahan yang lebih tinggi letaknya. Jaka Bahu memandang bahwa persoalan air lebih utama daripada berperang melawan Drubiksa.

Jaka Bahu dan pasukannya sudah melihat keadaan aliran Sungai Lojahan yang akan dialirkan ke persawahan di wilayah hilir. Keputusannya, harus dibuat sodetan di bagian sungai yang agak tinggi. Air akan dialirkan melalui sodetan ke areal persawahan di kawasan Sigandu hingga ke muara Laut Jawa.

Jaka Bahu menyampaikan maksudnya kepada Adipati Batang dan Adipati menyetujuinya. Jaka Bahu dan pasukannya dibantu tenaga kerja penduduk setempat mulai membuat bendungan, tempat yang dipilih adalah tepian timur sungai yang dikenal dengan nama "Bendungan Kramat Lama." Agar air sungai naik, Jaka Bahu membendung aliran Sungai Lojahan persis di atas Kedung Sigowok, tempat tinggal Drubiksa dan kawanannya. Setelah air naik nantinya, air akan dialirkan melalui sodetan kecil ke arah areal persawahan di Depok, Tegalsari, Sambong, dan Klidang.

Rupanya tindakan Jaka Bahu membuat Drubiksa tersinggung. Berkurangnya air sungai menyebabkan aliran sungai di Kedung Sigowok terganggu. Drubiksa mengumpulkan anak buahnya untuk mengganggu pekerjaan Jaka Bahu. Bendungan yang belum sempuma dirusak oleh Drubiksa dan kawanannya. Air yang semula hendak dialirkan meialui sodetan akhimya kembali ke badan sungai karena bendungan jebol.

Jaka Bahu mencoba bersabar melihat bendungan yang belum sepuma itu akhirnya harus dibangun lagi. Jaka Bahu berharap bahwa kemarahan Drubiksa impas dengan tindakan Jaka Bahu yang bijak itu. Namun, perkiraan Jaka Bahu keliru. Drubiksa benar-benar ingin membuat Jaka Bahu marah. Bendungan kedua pun jebol lagi. Jaka Bahu dengan dukungan pemerintah Kadipaten Batang, akhirnya mengambil tindakan tegas. Perang tawuran tak terelakkan antara pasukan Jaka Bahu dan gerombolan Drubiksa di Kedung Sigowok. Jaka Bahu bertarung secara pribadi melawan Drubiksa. Jaka Bahu sadar bahwa Drubiksa bukan lawan yang ringan. Jaka Bahu mengerahkan semua kemampuannya namun belum juga mampu mengalahkan raja uling tersebut. Hingga malam menjelang fajar pertarungan antara Jaka Bahu dan Drubiksa belum juga berakhir.

Pasukan Jaka Bahu yang dibantu pasukan Kadipaten juga kewalahan menghadapi anggota gerombolan yang rata-rata berperangai kasar. Mereka bertempur dengan kasar dan menjurus keji. Senjata mereka yang berat dan tajam terayun-ayun menimbulkan kengerian. Seolah yang mereka hadapi bukan manusia saja.:Darah berceceran di mana-mana menjadikan kawasan Kedung Sigowok beraroma amis darah.

Ketika perkelahian sudah menjurus kepada perang brutal yang tak terkendali, Jaka Bahu akhirnya menarik pasukannya untuk mundur. Dia sendiri dan kawannya sudah hampir putus asa karena belum juga dapat mengalahkan pemuda yang digdaya itu. Meskipun senjata pedang miliknya sudah diayun-ayunkan ke arah kepala dan badan Jaka Bahu, namun semua serangannya gagal. Pemuda itu sangat luar biasa.

Di pendopo Kadipaten, Jaka Bahu dan Adipati Batang membahas selanjutnya untuk menghancurkan Drubiksa dan kawanannya yang jelas-jelas menjadi penghalang bagi keberhasilan usaha pemerintah Kadipaten Batang dan Jaka Bahu membangun bendungan Kali Kramat.

Menurut sahibul hikayat, Drubiksa sulit dikalahkan karena mempunyai senjata `piander berupa Pedang Suwedang. Drubiksa dapat dibinasakan jika kepalanya dipenggal dengan pusaka tersebut. Akhirnya dengan bantuan adik Drubiksa yang bernama Drubiksawati, pihak Jaka Bahu bisa mendapatkan pusaka tersebut. Dan selanjutnya da!am perang tanding berikutnya Drubiksa dapat dibinasakan dengan pedang itu.

Kematian Drubiksa menjadikan pengikutnya menyerah, Sebagian mati dalam pertempuran, sebagian melarikan diri meninggalkan Kedung Sigowok, dan sebagian lainnya menyerah. Pemerintah Kabupaten Batang dan Jaka Bahu dapat meneruskan pekerjaannya dengan lancar.

Sepeninggal Drubiksa dan kawanannya Kedung Sigowok tidak lagi menjadi pemukiman penduduk hingga sekarang. Beberapa warga sekitar Kedung Sigowok masih menceritakan legenda itu, namun lebih banyak lagi yang tidak tahu cerita itu.


KISAH CINTA BAHUREKSO

(BERTEMU JODOH DI KALI KRAMAT)

Salah satu siasat perang yang harus ditempuh oleh Bahurekso adalah mendekati Drubiksowati, adik dari Drubikso. Drubikso adalah raja siluman yang berkuasa sepanjang aliran sungai yang menuju pantai utara. Cengkeraman kekuasaan Drubikso menjadikan orang tidak berani sembarangan mengusik wilayahnya. Karenanya wilayah kekuasaan Drubikso dikenal sebagai wilayah keramat, atau Kramat seperti yang dikenal orang sekarang. Dan sungai yang ada di wilayah itu dikenal sebagai kali Kramat.

Bahurekso mendapat tugas dari Sultan Agung untuk membendung sungai dan membuka hutan di sekitar kekuasaan Drubikso. Maka perselisihan antara Bahurekso dan Drubikso yang merasa daerah kekuasaannya diusik menjadi tidak terelakkan. Awalnya Bahurekso bisa memukul mundur pasukan Drubikso. Namun dengan bersenjatakan Pedang Suwedang, Drubikso batik mendesak mundur Bahurekso.

Bahureksopun meminta petunjuk dan ayahandanya Ki Ageng Cempaluk. Karena kekuatan dan kesaktian Drubikso tertetak pada pedang pusakanya, maka Ki Ageng Cempaluk memberi nasehat pada Bahurekso untuk merebut pedang itu. Caranya adalah dengan memanfaatkan adik Drubikso, yakni Drubiksowati. Tapi bagaimana cara bertemu dengan wanita cantik itu? Penjagaan di kerajaan tentu saja ketat sekali, tidak mudah menembusnya. Maka disusunlah taktik bagaimana cara bertemu dengan Drubiksowati. Bahurekso meminta nasehat dari para penasihat ahlinya. Beberapa macam strategi mereka racik. Tempat di mana mereka berkumpul untuk meracik strategi itu yang kini dikenal sebagai kampung Dracik (dari kata racik strategi).

Menurut mata-mata Bahurekso, Drubiksowati gemar bersantai di pinggir kali Kramat menjelang sore hari. Itu satu kesempatan bagus, pikir Bahurekso. Dengan menyamar sebagai orang biasa, dia mencoba mendekati sasaran.

Sejak pertama kali bertemu dengan Bahurekso. Drubiksowati sudah terpesona dengan ketampanan dan kegagahan perawakan lelaki itu. Maka tidaklah terlalu sulit bagi Bahurekso untuk melancarkan jurus-jurus rayuannya. Namun di lubuk hati, Bahurekso sendiri mengakui kecantikan wanita yang ada di hadapannya itu. Benih-benih cintapun mulai tumbuh di hatinya.

"Aku sebenarnya tidak tahan hidup berdekatan dengan kakakku. Orangnya keras, tidak bisa dibantah, segala Kemauannya harus dituruti", keluh Drubiksowati di hadapan Bahurekso.

"Dia juga menyebabkan kesengsaraan bagi orang lain", tambah Bahurekso.

"Ya, aku sendiri merasa hidup dalam bayang ketakutan. Banyak orang yang memusuhi kakakku. Setiap saat marabahaya ikut mengancamku".

Bahureksopun kemudian membuka jati dirinya. Bahwa dirinya sebenarnya juga merupakan salah satu musuh Drubikso yang hendak mengalahkannya. Namun Drubiksowati kemudian dilanda kebingungan. Di satu sisi dia sudah jatuh cinta pada Bahurekso, tapi di sisi lain, dia juga tidak ingin melihat kakaknya celaka. Bahureksopun memakiumi hal itu. Maka dia merasa tidak perlu terlalu terburu-buru berharap Drubiksowati mau membantu dirinya. Dia kembali membuat janji bertemu dan sedikit demi sedikit memberikan pemahaman pada Drubiksowati tentang pentingnya memikirkan kesejahteraan orang banyak, dan menghilangkan ancaman yang senantiasa disebar oleh Drubikso.

Pertemuan dua sejoli Bahurekso dan Drubiksowati terus terjadi di sekitar kali Kramat. Meski Bahurekso mengemban tugas melaksanakan strategi perang, sebagai lelaki normal dia juga menikmati kebersamaan dengan wanita cantik adik musuhnya itu. Di kemudian hari, kawasan kali Kramat menjadi arena mencari jodoh para pemuda pemudi, mengacu pada kebersamaan dan kemesraan yang terjadi antara Bahurekso dan Drubiksowati

Setelah melakukan sekian kali pertemuan, dan terus membujuk, akhirnya Bahurekso bisa meyakinkan Drubiksowati untuk membantu Bahurekso mengalahkan Drubikso.

"Bagaimana caranya?", tanya Drubiksowati.

“Tolong tunjukkan tempat rahasia di mana Drubikso menyimpan pedang pusakanya, yakni Pedang Suwedang. Pada senjata itulah terletak kekuatan dan kesaktian kakakmu. Jika pedang itu bisa aku rebut, akan lebih mudah mengalahkannya.

MAU DONWLOAD CHOOiiiii

No comments: