Raumanen
Pengarah : Marianne Katopo
Penerbit : PT. Gaya Favorit Press, Jakarta
Tahun : 1986
Tebal hal : 95 halaman
Harga : Rp. 1.900,00
Melihat cover buku fiksi ini, orang akan terjerat. Betapa tidak, foto gadis manis dengan hidung mancung, bibir tipis mempesona, sinar mata lembut ceria, dalam satu kesatuan wajah oval yang keibuan, didukung oleh pipi montok hasil pemotretan Leo Suryaningtyas yang jitu, menghiasi cover Raumanen.
Konon, wajah buku yang baik. dapat mengangkat nama baik pengarangnya. Hal ini diperhatikan benar-benar oleh gaya Favorit Press , sampai-sampai foto asli seorang gadis dipajangnya. Jeratan cover terasa lebih menggaet setelah kita berkenalan dengan Raumanen, tokoh utama novel yang berhasil menyabet hadiah Buku Utama 1977 dan hadiah sastra Asia Tenggara 1982.
Alur cerita yang meloncat-loncat (absurd) dapat membuat sebagian pembaca patah semangat. Akan tetapi, jika sedikit lagi kita paksakan membacanya, akan terasa pesona Marianne Katopo yang hemat dalam pemakaian kata. namun sarat dengan filsafat dan makna. Inilah salah satu rangsangan yang menyeret kita untuk menikmati Raumanen.
Raumanen, mahasiswa fakultas hukum tingkat tiga, gadis Minahasa yang cantik dan lincah adalah aktivis dalam kegiatan kemahasiswaan. Sejak kecil ia dibesarkan di tengah keluarga yang demokratis dalam menentukan pasangan hidup.
Ketika ulang tahun salah seorang pelindung pergerakan mahasiswa, Manen berkenalan dengan Hamonang Pohan, yang biasa dipanggil Monang. Monang seorang pemuda Batak, mahasiswa Teknik Arsitektur ITB. la dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang masih memegang hukum adat dengan teguh. Tetapi Monang sendiri terkenal dengan julukan buaya darat dengan teori daun pisangnya.
Monang berhasil menggaet Manen. Hubungan mereka semula hanya bersifat persahabatan kemudian berkembang menjadi hubungan cinta kasih. Manen sendiri sebenarnya sudah tahu perihal kelakuan Monang dan teman-temannya pun sudah mengingatkan Manen.
"Komentarku?" Lori mengangkat bahunya yang molek. "Mon, kataku kepadanya aku betul-betul sayang sama Keke itu, jadi awas kalau kau praktikkan teori daun pisangmu padanya!"
"Daun pisang?" tanya Manen dan Patrik serentak.
"Sesudah dipakai dibuang!" kata Lori menjelaskan. "Dengarlah nasihat mama Lori, Keke, dan jangan terlalu serius dengan Monang itu. Hatinya sebetulnya baik...."
"....tetapi ia gila perempuan," sambung Manen agak kesal. "Ta, trims sudah pernah kudengar lagu itu!"
"Kalau begitu, camkanlah!" kata Patrik pedas.
Meski kita harus teliti alur yang meloncat-loncat, kita akan puas mereguk nikmat dan pesona cerita yang memantul dalam setiap adegan pergolakan jiwa dan pertumbuhan pribadi tokoh.
"Pada suatu perjalanan tamasya ke puncak, jip dinas Monang mogok berat di Ciboga. Waktu itu hujan seperti diguyur dari langit. Akhirnya Monang dan Manen memutuskan berteduh di suatu bungalow. Tadinya mereka hanya berniat duduk di beranda, menunggu redanya hujan, tetapi penjaga bungalow muncul : membukakan pintu kamar tamu, kamar makan, kamar tidur.
Di tempat inilah terjadinya peristiwa yang menyesatkan. Namun Monang bertanggung jawab dan akan mengawininya. Dan kenyataannya lain, Ibu Monang telah menjodohkan Monang dengan gadis Batak pilihan ibunya. Monang sendiri tidak kuasa menolaknya. Dia kawin dengan gadis pilihan ibunya. Sementara itu janin yang dikandung Manen mengalami kelainan, bayi itu akan lahir cacat.
Menurut dokter yang merawat Manen sejak kecil, Manen tidak boleh melahirkan anak, dapat jadi buta atau gila. Raumanen sangat tersiksa. la betul-betul menghadapi kesulitan dalam bidang cinta. Akhirnya, Raumanen mengambil jalan pintas, bunuh diri.
Novel ini telah memberikan lebih daripada yang kita harapkan dari jenisnya. Dikerjakan dengan keterampilan teknis bercerita dan perasaan halus seorang wanita. Demikian pendapat Jakob Sumardjo, kritikus sastra.
Marianne Katopo dengan keterampilannya banyak menggunakan gaya kontras. Misalnya "Mengapa tidak? Haruskah aku kembali ke kota besar itu, yang begitu simbah sesal, begitu kaya kenangan?" Tidak dapat dipungkiri, memang banyak terdapat kata yang tidak menggunakan ejaan baku, seperti "faham" yang mestinya paham, "berpraktek" yang seharusnya berpraktik, "nasehat" kata bakunya nasihat dan masih banyak lagi. Akan tetapi, bagaimanapun pengarang yang dilahirkan di Tomohon, 9 Juni 1943 ini, telah memberikan sumbangan novel yang mempunyai nilai prima tersendiri. Kendati tema yang disodorkan bukan tema yang spektakuler, melainkan tema yang tercerabut dari akar tradisional serta masalah adat kuno dan kawin paksa.
Buku novel yang baru mengalami cetak ulang dua kali ini tercantum sebagai buku bacaan dalam kurikulum 1984 SMU (cetakan pertama 1977, kedua 1986). Buku novel ini seyogyanya dibaca oleh setiap siswa SMA dan sudah selayaknya jika penerbit mencetak ulang lagi. sehingga peminat yang membutuhkan akan mudah mendapatkannya.
No comments:
Post a Comment